Tuesday, December 31, 2013

Prioritas Pembangunan Daerah

Pelantikan Bupati
Menjelang tahun 2014, diseluruh penjuru nusantara sedang berlangsung hajatan pemilihan kepala daerah. Dari pemilihan Kepala Desa hingga Bupati. Saya sebut hajatan karena kemeriahannya memang seperti orang hajatan. Seperti di tempat saya, kemenangan bupati baru dimeriahkan dengan panggung wayang golek dalang terkenal Asep Sunandar sunarya dan pesta syukuran tiga hari tiga malam. Kebetulan saat itu saya sedang mengurus tanah warisan dan menyaksikan bagaimana antusias warga mengikuti jalannya pesta demokrasi.


Disatu sisi sebagai warga, saya juga ikut bergembira, terutama ketika melihat wajah – wajah cerah orang desa yang menaruh harapan besar terhadap kepemimpinan baru. Harapan akan janji – janji perubahan yang ditebar semasa kampanye, seperti harapan desa akan terang karena listrik masuk, harapan jalan becek berlubang akan di aspal, harapan uang BLT, beras raskin dan askes yang katanya ada dan akan dibagikan serta segudang harapan lainnya sesuai dengan segudang janji yang sudah kadung diucapkan.

Disisi lain, sebenarnya saya cukup heran dengan fenomena yang terjadi. Bukankah menjadi pemimpin di jaman kiwari ini semakin berat tantangan dan tanggungjawabnya? Bukan saja karena makin menyeramkannya KPK dalam melakukan penyidikan korupsi, tetapi memang sangat sulit untuk melakukan perubahan diatas gerak reformasi yang lamban dan tertatih – tatih. Jangankan untuk level bupati, untuk level menteri pun, perubahan menjadi kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit diwujudkan. Memang sih, yang sulit-sulit itu perlu jagoan. Asal jangan jagoan KKN, tapi jagoan mensejahterakan rakyat.

Beberapa tahun terakhir, saya kebetulan sering berkecimpung dengan urusan pemberdayaan UMKM dan petani di daerah, maka saya sedikit banyak tahu urusan pembangunan di daerah memerlukan jajaran tim kepemimpinan daerah yang hebat dengan program yang hebat pula, yang seharusnya disertai kesadaran bahwa lima tahun kedepan yang akan dihadapi adalah perjuangan dan pengorbanan. Menjadi abdi masyarakat, memenuhi janji yang kadung disumpah atas nama Tuhan, Kebenaran, Konstitusi, rakyat, bangsa dan negara.

Waw berarti banyak orang hebat ya di Indonesia. Buktinya banyak yang berlomba lomba untuk menjadi pemimpin. Tidak bermaksud menyindir, tapi memang harus hebat kok, karena yang dihadapinya juga situasi dan kondisi yang hebat, tidak peduli hanya terpilih sebagai kepala desa atau presiden sekalipun, kompleksitas kehidupan sudah saling terkait dan membelit. Apa yang terjadi di dunia hari ini, mempunyai dampak hingga ke Dukuhpicung Kuningan, desa  terpencil tempat kelahiran bapak saya ini.

● Desa Kita Sumber Kemajuan Dunia

Krisis moneter dunia dalam beberapa tahun terakhir membuat jutaan manusia kesulitan hidup. Tidak saja perusahaan-perusahaan yang jatuh pailit, negara pun bisa bangkrut.  Contohnya di Eropa dan di Amerika: Kota terkini yang menjadi korban krisis adalah Detroit. Dulu dikenal sebagai pusat industri otomotif kelas dunia kebanggaan Amerika. Tapi apa yang terjadi, Detroit kini berstatus kota besar yang morat-marit setelah industri otomotifnya merugi, membuat jutaan orang menganggur dan kota menjadi mati karena ditinggalkan penduduk aslinya. Dalam hitungan bulan, puluhan kota besar dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di Amerika segera menyusul Detroit, pertanda gejolak krisis ekonomi berkepanjangan.

Warga Amerika resah dengan ketidak pastian dan makin resah dengan arus besar imigran mancanegara yang memenuhi pinggiran kota, merebut pekerjaan dan menimbulkan berbagai gejala sosial. Warga Amerika menyesali arogansi pemerintah yang tetap keukeuh dengan kebijakan politik luar negeri sebagai polisi dunia yang membusungkan dada diluar tapi keropos didalam. Bagaimana tidak, pertumbuhan ekonomi Amerika bergerak sangat lamban hampir stagnan, dibuktikan dengan hutang obligasi yang sangat besar berikut anjloknya GDP hingga  5 % di kuarter akhir 2012 dan 6.4 % di kuarter pertama 2013 (year on year). Kondisi perekonomian terburuk untuk pertumbuhan ekonomi Amerika sejak 1958.

Nasib saudara tua Amerika tidak beda jauh. Di Eropa krisis yang membawa kebangkrutan negara-negara Uni Eropa mencapai puncaknya sejak tiga tahun terakhir, imbas dari krisis finansial yang terjadi di Amerika. Semenjak diberlakukannya penyatuan mata uang euro, beberapa negara anggota seperti Irlandia, Yunani, Spanyol dan Italia mengalami kesulitan perimbangan Rasio hutang terhadap GDP yang tinggi.

Yang terjadi, negara-negara tersebut kewalahan untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara apalagi membayar hutang, hal tersebut rupanya yang menjadi pemicu terjadinya krisis. Kawasan termakmur di dunia ini kemudian terjerat dengan polemik yang sangat mereka takuti meruntuhkan sistem penyatuan mata uang Euro (one single currency) yang dibangga-banggakan selama ini.

Apa mau dikata, sudah begitu cerita zaman. Melalui kolonialisme, dulu mereka makmur karena mengambil sumber kekayaan yang dimiliki desa-desa kita. Kini melalui ko-optasi politik bisnis global membuat Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya morat marit. Kemajuan yang dibawa peradaban barat ternyata membawa dampak negatif yang sama besarnya. Model pembangunan materi dan sosial ala modern barat merusak keseimbangan global di hampir seluruh aspek kehidupan. Yang dulu diderita negara-negara bekas jajahan dan kini dampaknya dalam bentuk berbagai krisis, mereka sendiri yang merasakan.

Pertumbuhan pesat benua barat karena pasokan raw material desa-desa kita yang tidak ada habisnya walau dikuras 350 tahun! Bayangkan kekuatan yang dimiliki desa-desa kita. Desa kita sumber dari kemajuan dunia barat dan jika kita pikirkan bersama, tidak mustahil desa kita juga yang akan membawa bangsa ini memimpin dunia. Mimpi kali ye? Tepat sekali! Mimpi indah yang menggairahkan. Mimpi yang tidak mustahil jadi kenyataan. Mimpi yang bisa disusun jadi rencana, rencana yang bisa di tuangkan menjadi program, program yang bisa dilaksanakan, pelaksanaan yang bisa disusun sesuai dengan prioritasnya.

● Perlu Pemikiran Strategik dan Optimistik

Tidak berlebihan rasanya, program prioritas untuk memperbaiki model pembangunan desa wajib kita upayakan dan laksanakan karena memang sudah tepat momentumnya. Dalam skala besar, membangun desa sama artinya dengan menyelamatkan dunia. Ini bukan igauan mimpi disiang hari. Desa-desa kita sejatinya keramat dan sakti, hanya kini tengah kehilangan kesaktiannya. Bak pendekar yang kehilangan kesaktiannya, maka terlihat sakit, lemah dan lamban. Desa kita perlu bantuan penanganan bersama, perlu suntikan imun agar memiliki kembali kekebalan. Kekebalan itu sejatinya adalah ketahanan ekonomi dan sosial.

Kekebalan terhadap intimidasi para penyamun global yang menyerang dengan jurus-jurus persaingan pasar bebas dengan senjata permainan spekulan dan beban komoditi uang yang mematikan potensi produktivitas dan menjadikan masyarakat serba salah, konsumtif dan makin kesini makin tercekik dengan harga barang-barang keperluan yang semakin mahal.
Kesaktian desa, jika kita cermati secara seksama adalah sumber kekuatan pembangunan nasional yang sesungguhnya. Pola strategi menyusun ketahanan sosial-ekonomi desa guna mengantisipasi dan merendam gelombang persaingan bebas, perlu disiasati dengan memanfaatkan kekuatan semula jadi yang ada pada himpunan populasi masyarakat di pedesaan. Jumlah penduduk kita kan mencapai ranking 4 dunia dan mayoritas ada di pedesaan.

Spekulasi tinggi, efisien dan efektivitas yang rendah serta beban komoditi uang, sebagai faktor pemicu mahalnya harga sebenarnya suatu kondisi yang bisa disiasati dengan memanfaatkannya sebagai daya dorong, untuk memberi kesempatan pengukiran kekuatan ekonomi ditangan rakyat banyak. Penanganan masalah sosial dan ekonomi, lebih mudah, tepat, hemat, dan cepat, bila ditangani secara terpadu dan totalitas bukan sektoral, ada kok jalan keluarnya, asal mau bergotong royong, bermufakat dan diusung sebagai konsensus bersama (konsensus nasional).

Kan saya sudah kemukakan bahwa kehidupan di dunia saat ini sudah saling terkait dan membelit. Sejarah panjang peradaban moderen pun terkait antara kemajuan yang dihasilkan dunia barat dengan sumberdaya desa-desa kita yang menjadi modal bagi kemajuan-kemajuan tersebut. Nah, seharusnya, pemikiran-pemikiran yang melahirkan konsepsi dan visi-misi pembangunan bangsa ini harus dalam posisi paling strategis dan paling optimis. Jangan mencari jalan keluar seperti tikus dalam labirin. Berpikir sambil berputar-putar, terbentur kanan-kiri, buntu sana-sini, bingung mana depan-mana belakang, bertanya bukan pada tempatnya, percaya mengekori game maker, padahal labirin tersebut hanyalah persepsi bagi si tikus itu sendiri, dan tentu saja kita bukan tikus.

Ternyata selama ini, kita tidak menyadari bahwa labirin pembawa sial itu bukanlah tembok tebal nan tinggi, hanyalah sekat rapuh non permanen yang sangat mungkin di panjat jika kita mau sedikit saja berusaha menegakan badan, mengangkat kepala dan melontarkan jauh pandangan kesegala penjuru arah. Bagaimana agar kesadaran untuk bangkit, itu inti dari permasalahan kita sebenarnya.

Paling tidak, untuk saat ini, kita harus tahu dari mana kita berasal dan mau kemana kita bertujuan. Dari sekian banyak tujuan hidup, paling ultimate cuma satu, yaitu mendapatkan keredhoan Tuhan. Keredhoan Ilahi tidak bisa diraih dengan kita berbaik –baik dengan Tuhan saja (Hablum Minallah) tapi wajib disempurnakan dengan  pemberian manfaat kepada sesama ( Hablum Minannas). Semakin banyak manfaat dan kebaikan, semakin besar peluang kita selamat dunia akhirat karena mendapatkan freepass keredhoan Tuhan. Himpunan kebaikan berlandaskan pemahaman holistik itulah yang seyogyanya melandasi niat, keinginan, pemikiran, tata cara, syarat prasyarat dan hasil pembangunan. Demikian kiranya spirit pembangunan nasional dan pembangunan masyarakat di daerah yang harus kita miliki.

Setelah itu silahkan berwawasan sejauh mungkin, bekerja sekeras yang kita mampu secara istiqamah (berkelanjutan) hingga mencapai prestasi pembangunan terbaik dari waktu ke waktu. Pertanyaannya adakah niat, visi, misi, konsep, tata cara, pelaksanaan dan hasil pembangunan kita sudah seperti itu? Khususnya di daerah, terlebih khusus untuk masyarakat pedesaan?

● Desa Swadaya Belum Swasembada

Faktanya kini, ada atau tidak ada bantuan pemerintah dan sentuhan pihak lain terhadap desa, denyut nadi kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan. Masyarakat desa mau tidak mau berusaha mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetap berdaya upaya mengusahakan kehidupan yang lebih baik untuk diri dan keluarganya, serta berswadaya membangun sarana dan prasarana di desa. Namun demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta stimulan dari pihak-pihak luar desa dan pemerintah proses pembangunan di desa berjalan dalam kecepatan yang relatif rendah. Kondisi ini yang menyebabkan pembangunan di desa terkesan lamban, tertinggal dan terisolasi. Desa menanti pihak-pihak yang peduli untuk melakukan akselerasi.

Krisis ekonomi dan finansial baru satu saja dari banyaknya masalah pembangunan nasional. Justru itu, masalah eksternal sebenarnya cuma satu dua, selebihnya adalah masalah internal. Dari sekian masalah internal yang menjadi paling bermasalah adalah tidak adanya skala prioritas penyelesaian masalah.

● Skala Prioritas Penyelesaian masalah

Barangkali berbagai teori berikut metodologi penelitian pembangunan desa sudah banyak dihasilkan baik oleh lembaga pemerintahan maupun pusat keilmuan seperti perguruan tinggi dan badan-badan pengkajian independen. Tetapi diseminasi hasil dari penelitian tersebut masih terbatas dalam lingkup internal lembaga atau paling banter diseminarkan diberbagai forum yang biasanya diselenggarakan di convention room hotel berbintang.
Diseminasi program pembangunan juga mengalami kendala karena banyak faktor, seperti kebijakan dan manajemen di badan pemerintah terkait, kordinasi lintas sektoral, posting anggaran dan teknologi informasi yang menjadi salah satu kelemahan infrastruktur pedesaan selama ini.

Sentuhan pemerintah melalui sosialisasi dilapangan juga tidak gencar dan konsisten. Desa saya hanya berjarak enam jam perjalanan mobil ke Jakarta, warga desa juga kerap kali bolak balik ke Jakarta, tetapi sangat jarang warga desa di datangi para akselerator baik dari pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat. Kesan terisolasi masih sangat kental jika kita tinggal di desa.

Jika diseminasi informasi dan sosialisasi kurang, tentu saja program tidak menyentuh desa, apalagi bantuan teknis. Padahal dari mulai Kementerian Dalam negeri sebagai bapaknya desa, Bapenas, Kementerian IDT, departemen Pertanian, lembaga – lembaga pemerintahan lain yang terkait hingga Bank indonesia jelas mempunyai departemen atau divisi khusus dengan anggaran besar yang tugasnya memang mengurus ketertinggalan yang dialami desa.

Selain pihak pemerintah, desa saya juga tidak tersentuh bantuan program pemberdayaan dari organisasi sosial kemasyarakatan apalagi sektor swasta yang mau berinvestasi dan mengembangkan potensi desa. Ironisnya lagi dari pihak warga yang sudah sukses merantau, belum tergerak untuk mengangkat desanya dari ketertinggalan dan keterisolasian. Dukuhpicung mempunyai paguyuban perantau yang dengan mudahnya bisa mengumpulkan uang sebanyak satu milyar rupiah untuk membangun mesjid desa nan megah, yang akhirnya mesjid terlihat kontras dengan rumah penduduk yang penghuninya tetap kesulitan menjalani hidup.

Dari gambaran diatas, sepintas saja kita bisa menilai bahwa membangun desa seharusnya tidaklah sulit. Yang diperlukan adalah sebuah kesadaran dan kepedulian bersama. Memang diperlukan pencetus dan penggerak terutama dari warga desanya sendiri. Setelah itu harus ada kesungguhan dari yang lain untuk mau berkumpul, berdiskusi, bermusyawarah dan saling  bahu membahu memulai langkah peubahan desa, dimulai dari menyusun permasalahan desa.

Untuk sampai pada ketetapan sebuah skala prioritas penyelesaian masalah, tentu harus tahu dulu mana yang bermasalah, mana yang tidak. Lalu dapat membedakan bibit (potensi penyebab), akar, pokok, ranting, cabang atau buah (hasilnya) yang bermasalah. Struktur anatomi pohon ini sebuah ilustrasi sederhana agar kita memahami inti dari masalah pembangunan nasional secara utuh dan memahami langkah apa yang sepatutnya dibuat untuk pembangunan daerah dan pedesaan.

Barangkali inilah yang banyak dialami desa kita. Karena ini adalah masalah bersama, pembangunan desa jangan lagi diperlakukan sebagai kegiatan sektoral. Semoga buku ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca, khususnya partisipan yang berkecimpung langsung dalam urusan pembangunan daerah dan yang bertanggung jawab secara formil maupun informil.

Krisis ekonomi baru satu saja dari banyaknya masalah pembangunan. Justru itu, masalah eksternal itu memang Cuma satu dua, selebihnya adalah masalah internal. Dari sekian masalah internal yang menjadi paling bermasalah adalah tidak adanya skala prioritas penyelesaian masalah. Bukan mau sok – sok an, tulisan ini bermaksud share kepada bapak – bapak ibu – ibu, baik yang bertanggung jawab secara formil maupun informil, hasil dari analisa dan pengamatan selama terjun sebagai konsultan di 34 kabupaten dalam beberapa tahun terakhir ini. Kalau mau disebut panduan, boleh juga. Siapa tahu bisa menjadi masukan dan disinkronkan dengan konsep dan program yang akan dilaksanakan oleh bapak ibu di daerah masing-masing.
Dari sekian banyak tanggung jawab pembangunan ekonomi di daerah yang akan tersusun dan tertuang didalam rencana strategis, program, fiskal dan anggaran, maka menurut saya ada 6 (enam) Langkah Prioritas Pembangunan Ekonomi Daerah yang harus betul – betul dicermati dan satu sama lain saling terkait, bukan terpisah, komprehensif, terpadu diantara program satu sama lain, pelaksana program dan peserta program yang meibatkan pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan / instansi, private sektor, komunitas dan masyarakat.Ke enam langkah tersebut adalah:

2. Pembangunan Dasar Materil Berdasarkan Hak Warga:
3. Pembangunan Lingkungan Berbasis Potensi & Karakteristik Pedesaan:
4. Pembangunan Ketahanan Ekonomi Menuju Kemandirian Usaha
5. Pembangunan Budaya Produktif Berbasis Inovasi & Kreativitas
6. Pembangunan Pola Kemitraan Terpadu Menuju Penyediaan Lapangan Kerja

Artikel dimuat di Vivalog & Worldnews.com


No comments:

Post a Comment

Printfriendly