6 Langkah Prioritas Pembangunan Daerah Part 2
Sedutan dari artikel sebelumnya: Dari sekian banyak tanggung jawab pembangunan ekonomi di
daerah yang akan tersusun dan tertuang didalam rencana strategis, program,
fiskal dan anggaran, maka menurut saya ada 6 (enam) Langkah Prioritas
Pembangunan Ekonomi Daerah yang harus betul – betul dicermati dan satu sama
lain saling terkait, bukan terpisah, komprehensif, terpadu diantara program
satu sama lain, pelaksana program dan peserta program yang meibatkan pihak
pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan / instansi, private sektor,
komunitas dan masyarakat.
Pertama: Pembangunan Insan Nusantara
Konsepsi: Walaupun
sasarannya adalah perekonomian, Pembangunan Insan mutlak menjadi prioritas
pertama. Mengapa menjadi prioritas
utama? Setiap manusia Indonesia harus mempunyai pertanyaan tersebut. “Mengapa” Menunjukan respon yang
berasal dari dorongan hati sehingga tergerak untuk berpikir. Berpikir menjadi
target awal yang diinginkan. “Mengapa” adalah pertanyaan yang akan menjadi
jawaban dari pembangunan insan nusantara yang diinginkan / diperlukan. Bahwa
kita harus mengembalikan kemuliaan sebagai manusia karena mempunyai kemampuan
berpikir, karunia Tuhan yang membedakan kita (manusia) dari makhluk ciptaanNya
yang lain.
Berpikir menjadikan kita ingin belajar. Belajar adalah
muatan dari proses pendidikan. Pendidikan adalah judul besar dari pembangunan
manusia (insan). Pendidikan adalah platform pembangunan insan seutuhnya:
pembangunan tiga unsur yang ada dalam diri kita, yaitu: Jiwa, Akal dan badan.
Kompleksitas pendidikan harus disederhanakan berlandaskan konsepsi tentang pembangunan insan nusantara seperti yang saya tulis diatas.
a. Kuat Iman:
Dibangunkan dulu jiwanya dengan pendidikan agama yang benar.
Para pendidik dan pemuka agama harus mampu mengubah paradigma, yaitu dogma
menjadi tuntunan praktis sehingga agama benar dapat dihayati dan dijadikan the
way of life. Oleh karena itu diperlukan itjihad berdasarkan prioritas –
prioritas pembangunan akhlak, pembangunan akidah, tanggung jawab sosial dan sistem
kehidupan yang menjunjung cinta kasih, persatuan dan perpaduan baik sesama
pemeluk agama maupun dengan yang berbeda keyakinan. Dalam kaitannya dengan
pembangunan di daerah, pembangunan karakter berdasarkan bimbingan dan penerapan
agama yang benar harus mampu menjawab tantangan cara hidup sekular,
materialistis dan tabiat serba ingin instan.
Seperti contoh: Di pedesaan sangat subur praktek klenik yang
menawarkan solusi instan dengan cara yang salah dan membawa kekufuran. Di desa
juga juga rentan dengan kesenjangan sosial dan gaya hidup meniru orang kota.
Urbanisasi yang terjadi dibanyak daerah adalah satu dari sekian banyak
persoalan sosial yang memerlukan pendekatan keagamaan. Bahwa tuntutan mencari
nafkah harus menjadi tanggung jawab bersama dengan memberikan keyakinan bahwa
desa bisa saja menjadi sumber penghasilan dengan menciptakan kepastian
pekerjaan, kepastian pemenuhan kebutuhan dan kepastian kesejahteraan. Hal ini
hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuatan iman, ketahanan jiwa
dan kemampuan berjuang sehingga mereka menjadi agen-agen pembangunan moral dan
materil yang dapat diteladani, memberi motivasi dan amanah.
Peranan pemerintah khususnya dinas – dinas terkait seperti
Kantor Agama, kantor Sosial, Kesra, binmas, Linmas bersama – sama dengan tokoh
pemuka agama, aktivis keagamaan lokal, pesantren, Ormas, LSM mempunyai tanggung
jawab dan posisi yang penting agar masyarakat memulai pembangunan karakter
dengan landasan iman yang kuat guna menerajui segala aktivitas perubahan menuju
desa dengan lingkungan yang baik dan ketahanan ekonomi yang lebih baik.
Membekali warga desa dengan iman yang kuat adalah lupaya
paling strategis untuk membangun ketahanan bangsa. SDM Indonesia mayoritas
berada di desa. Dari sanalah kita berharap akan muncul jiwa – jiwa yang
mempunyai kecerdasan emosi-sprituil, pemimpin seperti itu yang segera kita
butuhkan. Memimpin pada dasarnya adalah kebijaksanaan memilih pilihan-pilihan
moral, dan mantap berkeyakinan memiliki jati (citra) diri.
b. Berpendidikan:
Pendidikan merupakan sebuah upaya sadar untuk membangun
kehidupan yang lebih cerdas dan mengembangkan kapasitas kreatif bagi warga di
pedesaan. Ilmu pengetahuan dan live skill merupakan hak pendidikan-keterampilan
bagi mempersiapkan warga ke masa depan
yang penuh gejolak, ketidakpastian, dan ketidakjelasan.
Dalam hal ini pendidikan bagi warga desa harus berkaitan
dengan kemandirian dan penguatan terhadap daya saing daerahnya masing-masing.
Manusianya yang akan menjadi penentu bagi keberhasilan pembangunan ekonomi desanya.
Target pendidikan bukan menghasilkan orang desa berijazah tinggi tetapi sulit
mendapat pekerjaan apalagi menciptakan lapangan kerja di daderahnya, justru
paradigma tersebut yang harus dirubah. Tugas pemerintah dan kita semua untuk
menyatukan kemampuan warga dengan sumberdaya tempatan sehingga dalam waktu yang
relatif singkat terjadi siklus perekonomian yang sehat. Terjadi kegiatan
produksi, transaksi, investasi yang semakin meningkat dan pada akhirnya
menguatkan ketahanan ekonomi secara mandiri. Antar daerah memiliki hubungan
mutual perdagangan yang mensejahterakan warganya masing-masing tanpa harus
meninggalkan desanya untuk bekerja di kota.
c. Belajar dari sejarah dan budaya:
Dari dua poin diatas, jelas rasanya jika pembangunan
karakter melalui keimanan dan bekal ilmu pengetahuan harus dilandasi dengan
mengenal sejarah dan budaya. Populasi penduduk yang padat jangan dibiarkan
terjerumus kedalam ombang ambing ketidakpastian hidup, sehingga tidak ubahnya
manusia Indonesia seperti buih-buih busa yang mudah dipermainkan. Sesuatu yang
tidak berakar tentu akan mudah menjadi seperti itu. Sejarah dan budaya bangsa
yang menjadi akar /pondasi bagi jati diri manusia Indonesia. Kita adalah
keturunan manusia-manusia hebat dimasa lalu dan sejak ribuan tahun silam,
kebudayaan kita sudah sangat tinggi, pernah terjadi puncak peradaban
pembangunan materi dan rohani yang diakui bangsa manapun di dunia.
d. Mampu membaca perkembangan zaman:
Proses globalisasi bersama gagasan-gagasannya yang tidak
seimbang saat ini telah menyebabkan bangsa-bangsa dunia ketiga dalam posisi
sulit, terutama dalam rangka mempertahankan jati dirinya. Karena globalisasi
adalah sebuah proses penaklukan budaya, upaya mempertahankan jati diri ini
adalah mekanisme melestarikan diri sebagai sebuah bangsa. Bangsa yang takluk
secara budaya, disukai atau tidak, akan mengambil budaya penakluk tersebut
tanpa melalui sebuah proses kreatif.
Dalam kaitan inilah, pendidikan merupakan sebuah upaya sadar
untuk membangun kapasitas kreatif bangsa ini. Kreativitas sebuah bangsa
barangkali merupakan satu-satunya aspek yang terpenting dari bangsa tersebut
karena, pertama, bangsa adalah sebuah komunitas yang diimajinasikan (an
imagined society). Perlu segera dikatakan, bahwa jati diri bangsa hanyalah
atribut (sifatan) yang dilekatkan secara konsensual oleh bangsa tersebut.
Kedua, pendidikan adalah upaya mengantar peserta didik ke masa depan yang penuh
gejolak, ketidakpastian, dan ketidakjelasan. Hanya bangsa kreatif yang akan
mampu bertahan, dalam arti menemukan jati dirinya, dalam lingkungan tidak pasti,
dan tidak jelas tersebut untuk segera menata lingkungannya berdasarkan potensi
yang ada untuk membangun kejelasan dan kepastian. Dalam kaitanya dengan
pembangunan ekonomi di daerah, menciptakan daya saing ekonomi yang telah saya
terangkan dipoin sebelumnya.
e. Belajar dari kegagalan bangsa lain:
Tantangan terbesar adalah menyikapi kemajemukan bangsa ini.
Kita tidak ingin apa yang terjadi dibanyak negara seperti di Afganistan
terjadi. Sejak tahun 70 hingga saat ini, Afganistan hancur lebur karena
perpecahan etnik dan perbedaan mazhab. Uni Soviet dapat di tumbangkan tetapi
penderitaan rakyat makin hebat oleh rezimnya sendiri. Agama diusung untuk
melegalkan pembunuhan warganya sendiri. Padahal bukan berbeda agama, hanya
berbeda mazhab, perbedaan yang seharusnya menjadi rahmat akan tetapi karena
ditunggangi kepentingan politik maka Klan Mujahidin, Taliban, Masoud dan
lainnya saling menghancurkan dengan teriakan Allahuakbar! Kenapa saya ungkapkan
ini? Karena potensi itu ada di tanah air kita. Akhir-akhir ini, marak
kajian-kajian keagamaan yang anti kebudayaan, anti Pancasila (apalagi agama
lain) dan hanya menistakan sejarah peradaban yang sudah dibangun para leluhur
kita dengan vonis sesat, bid’ah tanpa mau menggali nilai-nilai dibalik produk
kebudayaan tersebut. Justru akar sejarah dan budaya harus kita gali agar dengan
cerdik kita dapat melestarikan segala kebaikannya, meluruskan yang tidak lurus
dan membuang produk yang memang tidak diperlukan.
No comments:
Post a Comment